Notification

×

Iklan

Pasang Iklan

Iklan

Pasang Iklan

Kolom; Air, Dibutuhkan atau Tidak?

| Maret 25, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-03-26T06:58:58Z
Pasang Iklan

 


Penulis: Dr. Kamaluddin Kadir, S.Sos, MM 


Opini dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia 23 Maret 2023 dengan tema 

“The Change Want You To See In The World”


Saya tidak lagi membahas dan menceriterakan sejarah akan hari air sedunia, namun yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa sejak 1993 sejak dicetuskannya, dan untuk pertama kalinya di tahun 1994 dimulainya hari air sedunia dengan memberikan tema disetiap tahunnya hingga sekarang ini, perkembangan dan perhatian masyarakat dunia hingga saat ini, masih dalam konteks perhatian, arahan, ajakan, memeriahkan dalam bentuk seremonial saja, setelah itu akan dilupakan lagi, aksi dan realisasi masih sering menjadi wacana dan isapan jempol atau menjadi kata sakral yang sulit untuk dimaknai dan ditindaklanjuti, hanya sebatas membaca saja, terlebih di daerah-daerah Indonesia. 

Dulu, kata pak Jusuf Kalla, beliau pada saat itu, menjabat sebagai Wapres, sangat konsen dengan persoalan ini, menurut beliau, keberadaan air sudah harus disetarakan pentingnya dengan pangan dan energi, bahkan menurutnya diantara Air, Pangan, dan Energi, Air lah yang paling penting, beliau mencontohkan dengan sangat sederhana, bahwa seberapa banyak pun seseorang memiliki beras, tanpa air tidak akan bisa masak. Hal ini disampaikan pada saat upaya dalam program penyehatan PDAM di seluruh Indonesia, dengan penambahan 10 juta sambungan baru, dan anggaran yang disiapkan sebanyak 70 Triliun, dan program ini akan selesai di tahun 2019 sesuai dengan RPJMN 2014 – 2019, bahwa pada tahun itu, pemerintah menargetkan pasokan air bersih, yang dapat mengakses 100 persen penduduk Indonesia. Bahkan utang-utang PDAM melalui pinjaman LN melalui negara dilakukan upaya restrukturisasi dan rescheduling, agar supaya PDAM diseluruh Indonesia bisa sehat dan mandiri kembali, dan program ini sangat berhasil dengan beberapa PDAM menjadi sehat dan baik kembali, baik dari segi administrasi dan keuangan, teknik operasional, dan hubungan langganan yang terangkum dalam laporan kinerja keuangannya.

Penyehatan PDAM yang kesemuanya, juga harus ditunjang dengan membuat program bisnis yang jelas dan terukur, organisasi PDAM juga harus dilakukan perampingan, dan perlu peningkatan kompetensi bagi para unsur pelaksana di PDAM, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mendorong Pemerintah daerah untuk menyiapkan alokasi anggaran berupa penyertaan modal kepada PDAM, tidak lagi berharap dan menunggu untuk memohon serta berharap bantuan penuh melalui pemerintah pusat, Jadi sebelum bantuan pusat diberikan, pemerintah daerah diwajibkan untuk menyiapkan sharing anggaran yang cukup melalui APBD, untuk membantu PDAM nya dalam menyiapkan fasilitas sarana dan prasarana yang lebih baik yang sifatnya prioritas dan bertahap, sehingga terdapat trend peningkatan, seperti mampu meningkatkan IPA dengan kapasitas 2 kali lipat (up grade), penggunaan booster pump untuk kontinuitas, perbaikan sistem jaringan pipa secara keseluruhan, penggunaan solar system (tata surya) untuk mengurangi biaya listrik, dan lain-lainnya. Yang kesemuanya adalah bagaimana penggunaan biaya bisa lebih hemat, efisien, dan efektif. Karena Pak JK menganggap, masa daerah yang punya kewenangan dan kepentingan tapi pusat yang membiayai, harusnya pemda juga harus siap dengan anggaran, selain itu juga menurut beliau bahwa air sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan di dunia. Jadi diperlukan penanganan yang serius.

Sekarang, perjalanan akan pengelolaan air masih berjalan lamban, Air kadang berlimpah tapi tidak dapat dikelolah menjadi sumber tambahan bahkan menjadi cadangan air baku, dibiarkan begitu saja, di beberapa daerah ketika musim hujan, air sangat melimpah tapi tidak bisa dikelolah karena keterbatasan sarana dan prasarana dan masih ada yang sifatnya sederhana, sementara dimusim kemarau justru menjadi masalah, karena ketersediaan air berkurang sehingga tidak mencukupi akan kebutuhan terhadap masyarakat, bahkan kepada pelanggan PAM itu sendiri, tarif yang sangat rendah dan sangat sulit untuk mengadakan penyesuaian setiap tahunnya dikarenakan variabel pelayanan yang belum maksimal, ditambah lagi dengan sistem jaringan pipa (kebocoran air yang tinggi), sistem produksi dan pengelolaan yang berharap banyak pada daya listrik (bukan gravitasi), ditambah lagi dengan daerah-daerah yang tofografi yang terdiri dari daerah ketinggian, sedang dan rendah yang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan air secara merata dengan kondisi ketersediaan yang ada, cashment area yang sudah rusak oleh kegiatan manusia baik eksploitasi, eksplorasi, pertanian, peternakan, permukiman, SDM yang terbatas dan kurang terlatih, dan rekruitmen jajaran direktur dan direksi yang berdasarkan keinginan, bukan pada kebutuhan dan kompetensi dari awal, karena kewenangan kepala daerah selaku KPM. 

Upaya untuk memanfaatkan sumur dalam atau sumur bor (deep well), adalah upaya antisipatif, jika tujuannya adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan pasokan air, tapi disisi lain memunculkan beban biaya yang besar, seperti biaya listrik, biaya pembelian alat pompa pengisap (submersible), biaya pegawai sebagai petugas, biaya perawatan (maintenance), biaya prasarana jaringan yang menghubungkan ke jaringan pipa induk. yang setiap saat akan mengalami kerusakan (treable), maka akan berdampak pada gangguan akan pelayanan distribusi air yang yang tentu akan dituntut untuk segera dilakukan perbaikan.

Tapi sekiranya keberadaan sumur dalam atau sumur bor (deep well), dijadikan sebagai wilayah yang akan menjadi area pelayanan baru dengan membuka pelanggan baru, tentu akan berdampak pada pendapatan, karena PAM untuk mampu tumbuh dan besar tentu sangat membutuhkan pelanggan-pelanggan baru sebagaimana proyeksi di rencana bisnis perusahaan, namun jika PAM dengan pembuatan sumur dalam atau sumur bor (deep weel) hanya bertujuan untuk mencukupi kebutuhan distribusi ke pelanggan yang ada selama ini, tentu akan berdampak biaya yang tentu akan mengerus kas PAM itu sendiri, adapun penyesuaian tarif yang dilakukan dalam waktu tertentu yang mengakibatkan PAM menjadi laba, maka dengan model memenuhi kebutuhan distribusi air ke pelanggan-pelanggan lama (bukan membuka pelanggan baru), maka yakin dan percaya keuntungan yang selama ini pasti akan tergerus sehingga pada akhirnya PAM akan kembali pada posisi yang dilematis (rugi), dan ujung-ujungnya akan kembali memohon untuk dilakukan penyesuaian tarif lagi (kegiatan yang berulang-ulang), dan lagi dengan alasan tidak memenuhi unsur full cost recovery (FCR).

Keuntungan lain dengan keberadaan PAM, sebenarnya sangat strategis karena diberikan otoritas penuh (usaha yang sifatnya monopoli) dalam manajemen pengelolaan sarana air bersih dan penyalurannya, dan sudah pada tempatnya peran startegis ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh PAM milik pemerintah daerah dalam mengembangkan salah satu bidang yang menjadi kewenangannya untuk dapat ditumbuh kembangkan menjadi salah satu PAM yang dapat memberikan kontribusi baik bagi masyarakat berupa pelayanan dan daerah berupa pendapatan asli daerah, namun masih belum menjadi perhatian serius, bahkan berdasarkan trend data PAM 2020–2021, yang kurang sehat dan sakit justru bertambah, begitu juga yang sehat menjadi turun.  Ada sebanyak 148 dinilai kurang sehat dan sakit, diantara 387 PAM, sisanya sebanyak 239 dinilai sehat. (data 2020, BPPSPAM dan KemenPUPR), sementara (data 2021, BPPSPAM dan KemenPUPR), PAM kurang sehat dan sakit sebanyak 162, PAM Sehat sebanyak 226, dari total 388 PAM.  

Dan kembali kepada judul diatas, dan melihat fenomena yang ada sekarang ini, memunculkan pertanyaan kepada kita, apakah memang PAM yang dibentuk hanya sebatas melaksanakan dan memenuhi kewajiban akan tanggungjawab sosial dengan bertahan pada kondisi yang ada, tanpa ada keinginan untuk menjadikan PAM menjadi perusahaan yang maju, dan unggul, dan mampu berkontribusi buat daerah.

Di daerah-daerah tertentu, idle capacity (surplus) mampu mereka manfaatkan untuk menambah pendapatan melalui penambahan pelanggan baru, namun terdapat juga daerah tertentu yang idle capacity (surplus) namun belum dimanfaatkan sebagai upaya dalam penambahan pelanggan baru. Membangun dengan mempertahankan pelanggan yang ada tanpa adanya upaya penambahan pelanggan adalah sebuah pola manajemen stagnan yang pada akhirnya akan berdampak pada kerugian, karena sangat sulit untuk menghindari kondisi dan dampak daripada perkembangan global, seperti pertambahan penduduk yang tidak dapat dihindari, inflasi, biaya accesories, biaya bahan kimia, biaya bahan bakar operasional, biaya listrik yang setiap waktu selalu ada penyesuaian, desakan SDM yang selalu menuntut akan perbaikan nasib berupa gaji dan tunjangan dan lain-lainnya.

Pemda juga diharapkan dapat membangun dan menyusun program pemanfaatan wilayah, khususnya daerah hulu sampai hilir, seperti kondisi wilayah gunung, hutan, sungai, sehingga air yang dapat terjaga baik dari segi kuantitas dan kualitas. Permukiman warga, hingga buangan air sampai ke hilir dilaut, membuat embung sebagai wadah penampungan air, disamping untuk mencegah banjir, juga dapat dimanfaatkan untuk PAM sebagai sumber air baku, juga dapat berfungsi sebagai obyek wisata, pertanian, perkebunan, dan lain-lainnya.

Selanjutnya pemda membentuk perda jika belum ada, atau melaksanakan perda jika sudah ada, sekaligus membentuk satgas bencana untuk mengawasi dan menindak secara tegas kepada orang per orang, lembaga, dan koorporasi atas dampak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan yang dilakukan. 

Namun, jika dianggap bahwa air tidak penting dibutuhkan untuk dimanfaatkan dan dikelolah secara baik dan perhatian kondisi terhadap lingkungan hidup terutama daerah dari hulu sampai hilir, cepat atau lambat, pasti akan terjadi dampak yang dapat merusak lingkungan hidup sampai kepada kehidupan masyarakat yang ada, dengan terjadinya banjir besar yang mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa, dan rusaknya fasilitas vital sarana dan prasarana pengelolaan air bersih dan lainnya, yang tentu membutuhkan dana yang sangat besar, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indoensia.

Dan sudah saatnya agar dalam APBN, APBD anggaran untuk bidang lingkungan hidup khususnya pelayanan air bersih dapat dijadikan sebagai program mandatory (wajib), seiring dengan tema hari air sedunia, mari kita berubah, kalau kita tidak berubah, kapan lagi untuk mengatasi krisis air dan sanitasi, dan lingkungan hidup.

semoga bisa ...?

Pasang Iklan

×
Berita Terbaru Update