Dosen Bina Nusantara (Binus) Jakarta, Doktor Abdul Razak, menyesalkan adanya konten yang diviralkan salah satu pasangan Calon Kontestasi Pilkada di Kota Parepare.
Dimana dalam konten IG tersebut terlihat seorang laki-laki, yang menyebut namanya Calon Wakil menggunakan mukenah dan terkesan menyinggung salah satu Paslon di Pilkada Kota Parepare, bahkan dalam sebuah percakapan terlihat Pemeran perempuan mengatakan kalau kasih juga kesempatan yang lain lagi.
Menanggapi hal tersebut, Doktor Abdul Razak, mengaku, kalau dalam konteks Pendidikan yang ana dirinya ssbagai Dosen atau tenaga pengajar menyayangkan hal tersebut, dirinya sendiri menilai kalau konten tersebut kurang mendidik, serta tidak memiliki etika dan tidak etis.
"Dalam konteks demokrasi, dirinya menillai kalau konten tersebut mencederai nilai demokrasi yang menjunjung tinggi Sportifitas, selain itu dalam koteks Ummat Beragama tentunya itu tidak sesuai dalam Agama, dan saya kira nilai dalam semua Agama banyak hal yang dilanggar dari konten tersebut,"tegasnya.
Mantan Sekjen Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat, mengaku, dirinya tidak melihat kepentingan siapa dalam konteks ini, tapi lebih kepada edukasi dari hasil konten yang dihasilkan, apalagi tentunya konten ini bukan hanya ditonton oleh pihak-pihak tertentu, tapi bisa menjadi sajian bagi generasi muda, dan tentunya hal itupun sangat tidak patutoah untuk di contoh.
"Kalau kita bawa dalam konteks kultural budaya dan Komunikasi Politik maka ini bagian dari kekerasan dalam Komunikasi Politik, bahkan ini bisa berdampak pada kekerasan verbal dan non verbal itu sendiri, apalagi dalam konten itu terdapat laki-laki yang menggunakan Mukenah, ini sudah jelas sekali kekerasan dalam komunikasi politik itu sendiri, bahkan saya sendiri bukan masyarakat Parepare merasa dilukai dengan konten tersebut, terlepas dari kepentingan Politik siapa, tapi ini karena ada keterlibatan unsur politik maka bukan sekedar konte biasa,"jelasnya.
Alumni Lulusan Doktor Komunikasi Universitas Pajajaran ini juga, mengaku kalau bagian dari konten tersebut merupakan kampanye yang buruk atau kampanye hitam, dan orang buat konten tersebut tidak berpendidikan.
"Ini bisa dikatakan sangat tidak berpendidikan orang yang membuat konten tersebut, serta konten ini terkesan menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan, padahal dalam komunikasi politik atau pembuatan konten mestinya ada etika dan norma yang harus dilaluinya, dan tentunya etika itu harus di patuhi," pungkasnya. (*)