Tangkapan layar video parodi salah satu Paslon Pilkada |
Video parodi tim salah satu pasangan calon walikota Parepare menuai sorotan dari warganet. Pasalnya, dalam video tersebut mempertontonkan laki-laki yang memakai mukena. Padahal mukena merupakan simbol kesucian umat Islam.
Video yang berdurasi 1 menit 55 detik itu menampilkan dua pemeran utama yang masing-masing baju dan mukena hitam. Keduanya melakoni parodi pasangan calon walikota dan wakil walikota yang melakukan kampanye blusukan.
Di sela-sela video, kedua pemeran ini menanyakan pekerjaan warga yang diperankan sejumlah anak muda. Kedua pemeran utama itu seolah-olah tidak tahu dengan pekerjaan anak muda.
Selanjutnya, pasangan calon walikota dan calon wakil walikota tampil dalam video menyampaikan sepatah kata. Kedua paslon terlihat menggunakan baju kotak biru sebagai ciri khasnya. Ada nomor urut dan akronim nama Paslon di baju tersebut.
Alih-alih mendapatkan simpati, video parodi justru mendapat sorotan dari netizen. Salah satunya datang dari akun @amrinur987.
"Bangganya Paslon melihat gamis wanita dinistakan," cuit akun @amrinur987.
"Kenapa gamis wanita dinistakan, ibumu tiap hari pakai gamis bos," tulis @muharly52.
Ketua KPPSI Parepare, Syaiful angkat bicara dengan video parodi tersebut. Dirinya menilai laki-laki yang memakai mukena dalam video memperolok-olok agama Islam.
"Mukena ini simbol kesucian umat Islam. Khususnya bagi perempuan. Biasanya kan ini dipakai salat. Kita sayangkan kalau ada video seperti itu. Semoga ini tidak terjadi lagi," ungkap dia.
Saat dikonfirmasi, Juru Bicara Tim Pemenangan Paslon Nomor Urut 3, Fuad Ukkas mengaku belum menonton video tersebut. "Belum sy nonton jg kontennya dinda," akunya.
Sekadar diketahui, konten video kampanye ini diduga melanggar aturan pilkada. Hal itu diatur dalam Pasal 69 huruf (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Pasal ini dengan tegas melarang kampanye dalam bentuk apapun yang menggunakan isu SARA atau cara yang dapat menyinggung sentimen antar golongan.
Pelanggar pasal ini, sebagaimana diatur dalam pasal 187 ayat 2, akan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp100 juta. (*)